SMK Mikael Surakarta

MASIHKAH (SALING) MENDOAKAN?

MASIHKAH (SALING) MENDOAKAN?

 

            Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ menjauhkan kita secara fisik. Itu sudah jelas. Akan tetapi, apakah PJJ juga menjauhkan kita secara batin? Saya pribadi berharap: tidak.

            Harus diakui, di banyak sekolah hubungan antarsiswa, antarguru-pegawai, serta siswa- guru-pegawai hanya sebatas “saling kenal”, “berinteraksi seperlunya”, atau “berteman gitu-gitu saja”. Tidak ada hubungan batin yang benar-benar terbentuk. Yang ada di benak mereka hanyalah, “Di sini saya hanya bersekolah atau bekerja. Titik.” Ditambah lagi terputusnya perjumpaan secara fisik sebagai konsekuensi dari PJJ.

Ada beberapa ciri yang mudah dilihat atau dirasakan. Salah satunya adalah tidak ada lagi kerinduan untuk berjumpa di sekolah. Contoh lainnya adalah tidak ada lagi keinginan untuk sekadar bertanya kabar masing-masing, bukan untuk basa-basi, melainkan dengan tulus. Lebih dalam lagi, silakan kita cek: apa di dalam diri kita masih ada keinginan untuk saling mendoakan? Entah siswa mendoakan gurunya atau guru mendoakan siswanya. Atau saling mendoakan antarsiswa dan antarguru. Jika sudah tidak lagi rindu bertemu, menyapa, bahkan mendoakan, janganlah berharap akan ada aksi saling peduli dan menolong. Tidak akan terbentuk yang namanya compassion atau man for others.

Akan tetapi, ketika bicara soal kolese Jesuit, termasuk SMK Mikael, saya tidak mengharapkan relasi yang kaku dan beku itu terjadi. Selama ini cukup banyak orang yang bangga menjadi bagian dari kolese Jesuit atau setidaknya dari SMK Mikael. Bahkan, seringkali terjadi siswa antarkolese bisa berteman dan mudah nyambung. Contoh paling sederhana dan nyata adalah ketika tim basket kita bertanding saat DBL, suporter dari kolese-kolese lain berbondong-bondong untuk mendukung. Begitu pula ketika mereka bertanding, kita dengan senang hati akan menyemangati. Rasanya seperti suatu keluarga besar.

Pertanyaan saya: itu terjadi juga di dalam sekolah kita tercinta ini atau tidak? Semoga kita masih terhubung secara batin. Syukur-syukur kita menganggap teman, siswa, guru, atau pegawai di sekolah kita layaknya keluarga sendiri. Minimal, kita secara spontan masih terdorong untuk saling mendoakan. Tanpa paksaan. Mengapa? Karena itulah salah satu kekuatan kita sebagai satu kolese, khususnya pada masa sulit seperti sekarang ini.

 

Salam,

Rafael Mathando Hinganaday, SJ

Pamong

Home
Berita
Kontak
Galeri